Kamis, 12 Juli 2012

peningkatan mutu pendidikan di indonesia

Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu:
1. Rendahnya sarana fisik
2. Rendahnya kualitas guru
3. Rendahnya kesejahteraan guru
4. Rendahnya prestasi siswa
5. Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan
6. Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan
7. Mahalnya biaya pendidikan
Melihat data di atas, salah satu faktor penyebabnya adalah rendahnya kesejahteraan guru. Jika yang kita bicarakan adalah guru pada zaman orde baru, mungkin rendahnya kesejahteraan guru menjadi salah satu faktor atau bahkan faktor penyebab utama. Akan tetapi, yang dibahas di sini adalah mutu pendidikan sekarang ini, di mana kesejahteraan guru telah menjadi prioritas pemerintah yaitu dengan adanya sertifikasi guru dalam jabatan. Meskipun demikian, mutu pendidikan di Indonesia belum juga terangkat. Besarnya prosentase siswa tidak lulus UN menjadi indikasi bahwa pendidikan di Indonesia belum mengalami kejayaan. Lalu, apa sebenarnya faktor penyebabnya?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu ditilik dari berbagai sudut pandang. Salah satunya adalah kebijakan dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, perlu kita ingat lagi esensi pendidikan nasional kita. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS menetapkan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan Nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Bertujuan untuk berkembangnya peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada TuhanYang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dalam penjelasan, telah ditetapkan strategi pembaharuan pendidikan tentunya dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Strategi tersebut meliputi:
1. Pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia
2. Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi
3. Proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis
4. Evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan
5. Peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan
6. Penyediaan sarana belajar yang mendidik
7. Pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan
8. Penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata
9. Pelaksanaan wajib belajar
10. Pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan
11. Pemberdayaan peran masyarakat
12. Pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat
13. Pelaksanaan pengawasan dalam sistem pendidikan nasional
Ketiga belas strategi tersebut jika konsisten pelaksanaannya sungguh merupakan upaya besar bangsa Indonesia untuk meningkatkan mutu pendidikan. Asalkan tidak hanya sebatas wacana belaka. Di samping itu, pemerintah perlu segera mengambil tindakan aktif sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia, agar masyarakat Indonesia tumbuh menjadi masyarakat yang berbudaya, berkembang sesuai dengan perkembangan IPTEK, dan siap menyongsong globalisasi.
Ada berbagai macam cara yang dapat dilakukan untuk melakukan tindakan aktif tersebut dalam peningkatan mutu pendidikan, antara lain:
1. Sistem pendidikan disesuaikan dengan pasar kerja yang tersedia saat ini.
2. Sistem pendidikan disusun dengan tujuan untuk memenuhi lapangan kerja.
3. Sistem pendidikan disusun dengan menyesuaikan perkembangan ilmu-ilmu baru, membina progam pendidikan dan mengembangkan teknologi.
Perbaikan Kurikulum
Untuk mewujudkan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia bukan perkara mudah. Perlu adanya kerjasama dari berbagai lini. Mulai dari pembuat kebijakan hingga pelaksana pendidikan di lapangan. Jika semua sudah mampu bekerjasama, baru kita tentukan masalah mana yang akan diperbaiki terlebih dahulu? Menurut penulis masalah yang sangat urgen dan mendesak saat ini adalah perbaikan kurikulum karena berkaitan erat dengan pelaksana pendidikan di lapangang yaitu guru dan siswa.
Kurikulum dalam Pasal 1 butir 9 UUSPN adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggara kegiatan belajar mengajar. Sedangkan pasal 27 UUSPN menyebutkan bahwa kurikulum disusun untuk tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.
Perbaikan kurikulum di sini mengacu pada pengembangan kurikulum.
Pengembangan kurikulum tidak dapat lepas dari berbagai aspek kehidupan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, mulai dari pemikiran sampai pada pelaksanaannya, agar kurikulum itu sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan peserta didik.
Pengembangan kurikulum dimulai dengan suatu proses perencanaan, yaitu menetapkan berbagai kebutuhan, mengadakan identifikasi tujuan dan sasaran, menyusun persiapan dan pelaksanaan penyajian yang sesuai dengan persyaratan kebudayaan, sosial, dan individu. Pengembangan kurikulum di Indonesia telah terjadi berkali-kali. Hal ini bertujuan agar kurikulum yang digunakan pada sekolah-sekolah mampu menghasilkan produk pendidikan yang unggul, menguasai IPTEK, berdasarkan IMTAK, dan siap bersaing dengan dunia luar.
Pengembangan kurikulum yang pertama terjadi pada tahun 1994 sebagai hasil penyesuaian kurikulm 1984. Pengembangan dilakukan dengan penyederhanaan kurikulum. Penyederhanaan dilakukan pada jumlah mata pelajaran, penyederhanaan bahasa agar mdah dipahami oleh gur, dan penggunaan istilah baku yang sesuai dengan format perundang-undangan dan GBPP.
Kurikulum 1984 dikembangkan lagi menjadi kurikulum 2004 yang kita kenal sebagai Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) memfokuskan pada kompetensi tertentu, berupa paduan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dapat didemonstrasikan peserta didik sebagai wujud pemahaman terhadap konsep yang dipelajarinya.
Namun, pada praktiknya KBK belum sepenuhnya berhasil dan masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, pemerintah menyempurnakan kurikulum 2004 (KBK) menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pada tahun 2006. KTSP memungkinkan partisipasi dari semua elemen sekolah mulai dari guru sampai pengelola sekolah. Guru dan pengelola sekolah diberi kewenangan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kondisi sekolah tersebut. KTSP memberikan kemandirian penuh kepada lembaga pendidikan terkait. Bahkan, guru dituntut untuk mengembangkan bahan ajar sesuai dengan kemampuan peserta didik. Sehingga, peserta didik setingkat RSBI dengan peserta didik “sekolah pinggiran” mendapatkan materi ajar yang berbeda disesuaikan dengan kemampuannya.
Maka dari itu, hendaknya pemerintah sangat berhati-hati dan mempertimbangkan berbagai aspek dalam penyusunan kurikulum agar mutu pendidikan terus meningkat sesuai dengan arus globalisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar